Minggu, 13 September 2009

Pandangan dunia terhadap Indonesia.

copy paste dari http://sonokeling.wordpress.com/2009/04/08/perlu-disimak-apa-kata-orang-singapore-tentang-indonesia/

Suatu pagi di bandar lampung, kami menjemput seseorang di bandara.
Orang itu sudah tua, kisaran 60 tahun. Sebut saja si bapak.
Si bapak adalah pengusaha asal singapura, dengan logat bicara gaya melayu , english, (atau singlish?) beliau menceritakan pengalaman2 hidupnya kepada kami yang masih muda. Mulai dari pengalaman bisnis, spiritual, keluarga, bahkan percintaan hehehe..

“Your country is so rich!”
Ah biasa banget kan denger kata2 begitu. Tapi tunggu dulu..

“Indonesia doesnt need d world, but d world need Indonesia” “Everything can be found here in Indonesia, u dont need d world”
“Mudah saja, Indonesia paru2 dunia. Tebang saja hutan di Kalimantan, dunia pasti kiamat. Dunia yang butuh Indonesia !”

“Singapore is nothing, we cant be rich without indonesia . 500.000 orang indonesia berlibur ke singapura setiap bulan. bisa terbayang uang yang masuk ke kami? apartemen2 dan condo terbaru kami yang membeli pun orang2 indonesia, ga peduli harga yang selangit, laku keras. Lihatlah rumah sakit kami, orang indonesia semua yang berobat.”

“Kalian tahu bagaimana kalapnya pemerintah kami ketika asap hutan indonesia masuk? ya benar2 panik. sangat berasa, we are nothing.”
“Kalian ga tau kan klo agustus kemarin dunia krisis beras, termasuk di singapura dan malaysia ? kalian di indonesia dengan mudah dapat beras”
“Lihatlah negara kalian, air bersih dimana2.. lihatlah negara kami, air bersih pun kami beli dari malaysia .

Saya pernah ke kalimantan, bahkan pasir pun mengandung permata. Terlihat glitter kalo ada matahari bersinar. Petani disana menjual Rp3000/kg ke sebuah pabrik China. Dan si pabrik menjualnya kembali seharga Rp 30.000/kg.
“Saya melihatnya sendiri, kalian sadar tidak klo negara2 lain selalu takut meng-embargo Indonesia ? Ya, karena negara kalian memiliki segalanya. Mereka takut kalo kalian menjadi mandiri, makanya tidak di embargo. harusnya KALIANLAH YANG MENG-EMBARGO DIRI KALIAN SENDIRI.
Beli lah dari petani2 kita sendiri, beli lah tekstil garmen dari pabrik2 sendiri. Tak perlu kalian impor klo bisa produksi sendiri.”
“Jika kalian bisa mandiri, bisa MENG-EMBARGO DIRI SENDIRI, Indonesia will rules the world..”

Semoga ada perubahan ke arah yg lebih baik di Republik ini…

Kamis, 14 Mei 2009

Kisah kakak dan adik

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.

Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!” Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik… hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. ” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai
ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! “Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!

Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…” Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”

Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan
sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.

Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.

Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Bisakah kita memiliki jiwa besar seperti si adik yang seperti dalam cerita, … tapi bagaimanapun, yang namanya Saudara patut kita jaga dan kita hormati, apakah itu seorang adik atau seorang kakak. Karena apa arti hidup kalau tidak bisa membahagiakan sodara dan keluarga kita

Minggu, 03 Mei 2009

Website utk short inspiring stories... Lots of wisdom

http://www.indianchild.com/short_stories.htm

Mangkok Kayu

Saya jamin Anda akan mengingat kisah tentang Mangkok Kayu esok hari, seminggu dari sekarang, sebulan mendatang, dan bahkan setahun dari sekarang.

Ada seorang tua hidup bersama dengan anak dan mantunya, dan juga cucunya laki-laki yang berumur 4 tahun. Tangan orang tua itu sering gemetar, pandangan matanya kabur, dan jalannya terhuyung-huyung. Keluarga itu makan bersama di meja makan keluarga.

Nah. Oleh karena tangan yang gemetar dan penglihatan yang kurang baik membuat kakek tua itu sulit makan. Akibatnya kacang polong dari sendok sering terjatuh kelantai. Dan ketika ia mengangkat gelas, susun pun tumpah ke taplak meja.

Anak dan mantunya menjadi terganggu dengan kekacauan itu. “ Kita harus berbuat sesuatu untuk Ayah, “ kata anaknya. “ Cukuplah sudah dengan susunya yang tumpah ke taplak meja, keributan pada saat makan, dan makanan yang berjatuhan ke lantai.”

Jadi suami–isteri itu merancang sebuah meja kecil dan meletakkannya di sudut rumah. Disanalah Si Kakek tua itu makan sendirian, tidak lagi makan bersama dengan cucu, anak dan mantunya. Sejak Si kakek itu memecahkan beberapa buah piring, makanannya pun diberi dalam mangkok kayu.

Ketika keluarga itu memandang kearah kakek tua, kadang kala dia mengucurkan air mata karena duduk sendirian. Walaupun begitu, pasangan suami-isteri itu tidak kasihan orangtuanya tetapi terus marah denga kata-kata yang begitu tajam dan kasar ketika dia menjatuhkan sebuah sendok garpu atau menumpahkan makanan.

Cucunya yang berumur 4 tahun itu memperhatikan kejadian yang dialami kakeknya dengan berdiam diri.

Pada suatu waktu sebelum makan malam, Si ayah memperhatikan anaknya sedang bermain-main dengan rongsokan kayu dilantai. Dia bertanya kepada anaknya dengan manisnya,” Apa yang sedang kamu buat?”

Anaknya merespon, “Oh, saya sedang membuat sebuah mangkok kecil untuk papa dan mama pada saat nanti kamu menjadi tua.” Anak kecil berusia 4 tahun itu tersenyum dengan jawabannya.

Kata-kata anaknya menyentuh hati mereka sehingga tidak berbicara sepatah kata pun. Mereka terus menangis dangan air mata mengucur dan mengalir ke pipihnya. Sekalipun tidak ada kata-kata terucap namun mereka tahu apa yang harus dilakukan.

Pada malam itu anak orangtua itu menuntun tangan ayahnya dan dengan lemah lembut memintanya kembali duduk bersama di meja makan keluarga. Pada hari-hari berikutnya orangtua itu dapat makan bersama dengan keluarganya. Tak sekalipun anak dan mantunya perduli lagi dengan sebuah sendok garpu yang terjatuh, susu yang tertumpah, dan taplak meja yang dikotori.

Rabu, 29 April 2009

Salty Coffee

Laki-laki itu datang ke sebuah pesta. Meskipun penampilannya tidak jauh berbeda dengan penampilan laki-laki lain yang datang, namun kelihatannya tidak seorangpun yang tertarik padanya. Ia lalu memperhatikan seorang gadis yang dari tadi dikelilingi banyak orang. Di akhir pesta itu, ia memberanikan diri mengundang gadis itu untuk menemaninya minum kopi. Karena kelihatannya laki-laki itu menunjukkan sikap yang sopan, gadis itupun memenuhi undangannya. Mereka berdua kini duduk di sebuah warung kopi. Begitu gugupnya laki-laki itu hingga ia tidak tahu bagaimaan harus memulai sebuah percakapan.

Tiba-tiba ia berkata kepada pelayan, “Dapatkah engkau memberiku sedikit garam untuk kopiku?”

Setiap orang yang ada di sekitar mereka memandang lelaki itu keheranan. Wajahnya memerah seketika, tetapi ia tetap memasukkan garam itu ke dalam kopinya lalu kemudian meminumnya. Penuh rasa ingin tahu, gadis yang duduk di depannya bertanya, “Bagaimana kau bisa mempunyai hobi yang aneh ini?”

Laki-laki itupun menjawab, “Ketika aku masih kecil, aku hidup di dekat laut, aku suka bermain-main di laut. Jadi aku tahu rasanya air laut, asin seperti rasa kopi asin ini. Sekarang, setiap kali aku meminum kopi asin ini, aku terkenang akan masa kecilku, tentang kampung halamanku, aku sangat merindukan kampung halamanku, aku merindukan orang tuaku yang tetap hidup di sana .” Ia mengatakan itu sambil berurai air mata, kelihatannya ia sangat tersentuh.

Gadis itu berpikir, “Apa yang diceritakan oleh laki-laki tersebut adalah ungkapan isi hatinya yang terdalam. Orang yang mau menceritakan tentang kerinduannya akan rumahnya adalah orang yang setia, peduli dengan rumah dan bertanggung jawab terhadap seisi rumahnya”. Maka gadis itupun mulai bercerita tentang kampung halamannya yang jauh, masa kecilnya dan keluarganya.

Merekapun berpacaran. Gadis itu menemukan semua yang dia inginkan di dalam diri laki-laki tersebut. Laki-laki itu begitu toleransi, baik hati, hangat dan penuh perhatian. Ia adalah laki-laki yang sangat baik, sehingga ia selalu merindukannya. Singkat cerita, merekapun menikah dan hidup bahagia. Setiap kali, ia selalu membuatkan kopi asin bagi suaminya karena ia tahu suaminya sangat menyukai kopi asin.

Sesudah empat puluh tahun menikah, meninggallah suaminya. Ia meninggalkan surat kepada istrinya,

“Sayangku, maafkan aku, maafkan kebohonganku selama aku hidup. Inilah satu-satunya kebohonganku padamu, yaitu tentang “kopi asin”. Ingatkah engkau pertama kali kita bertemu dan berpacaran? Saat itu aku begitu gugup untuk memulai percakapan kita.. Karena kegugupanku, aku akhirnya meminta garam padahal yang aku maksudkan adalah gula. Selama hidupku banyak kali aku mencoba untuk mengatakan kepadamu hal yang sebenarnya, sebagaimana aku telah berjanji bahwa aku tidak akan pernah berbohong kepadamu untuk apapun juga. Tetapi aku tidak sanggup mengatakannya. Kini aku sudah mati, aku tidak takut lagi, maka aku memutuskan untuk mengatakan kebenaran ini kepadamu bahwa aku tidak suka kopi asin. Rasanya aneh dan tidak enak. Selama hidupku aku baru meminum kopi asin sejak aku mengenalmu. Meski begitu, aku tidak pernah menyesal untuk apapun yang aku lakukan untukmu. Memiliki engkau merupakan kebahagiaan terbesar yang pernah aku miliki selama hidupku. Jika aku dapat hidup untuk kedua kalinya, aku tetap ingin mengenalmu dan memilikimu selamanya, meskipun aku harus meminum kopi asin lagi”.

Air mata wanita itu membasahi surat yang dibacanya. Suatu hari seseorang bertanya kepadanya, “Bagaimana rasanya kopi asin itu?” “Sangat enak”, jawabnya.

Kita selalu berpikir bahwa kita sudah mengenal pasangan kita lebih dari orang lain mengenal mereka. Tetapi mungkin saja ada hal-hal tertentu yang tidak kita ketahui di mana pasangan kita telah rela meminum “kopi asin” (salty coffee) dengan membuang ego, kesombongan, kesenangan dan hobinya untuk menjaga keharmonisan hubungan kita dengannya. Ya, begitulah caranya mengasihi dan mencintai. Bukan menuntut, tetapi berkorban.

Membuang kebencian dan mengasihi lebih lagi, menyebabkan rasa garam lebih enak daripada rasa gula.

Kebahagian

Seorang lelaki berumur 92 tahun yang mempunyai selera tinggi,percaya diri, dan bangga akan dirinya sendiri, yang selalu berpakaian rapi setiap hari sejak jam 8 pagi, dengan rambutnya yang teratur rapi meskipun dia buta,masuk ke panti jompo hari ini.

Istrinya yang berumur 70 tahun baru-baru ini meninggal, sehingga dia harus masuk ke panti jompo. Setelah menunggu dengan sabar selama beberapa jam di lobi, Dia tersenyum manis ketika diberi tahu bahwa kamarnya telah siap.

Ketika dia berjalan mengikuti penunjuk jalan ke elevator, aku menggambarkan keadaan kamarnya yang kecil, termasuk gorden yang ada di jendela kamarnya. Saya menyukainya, katanya dengan antusias seperti seorang anak kecil berumur 8 tahun yang baru saja mendapatkan seekor anjing.

Pak, Anda belum melihat kamarnya, tahan dulu perkataan tersebut. Hal itu tidak ada hubungannya, dia menjawab. Kebahagiaan adalah sesuatu yang kamu putuskan di awal. Apakah aku akan menyukai kamarku atau tidak, tidak tergantung dari bagaimana perabotannya diatur tapi bagaimana aku mengatur pikiranku.

Aku sudah memutuskan menyukainya. Itu adalah keputusan yang kubuat setiap pagi ketika aku bangun tidur. Aku punya sebuah pilihan; aku bisa menghabiskan waktu di tempat tidur menceritakan kesulitan-kesulitan yang terjadi padaku karena ada bagian tubuhnya yang tidak bisa berfungsi lagi, atau turun dari tempat tidur dan berterima kasih atas bagian-bagian yang masih berfungsi.

Setiap hari adalah hadiah, dan selama mataku terbuka, aku akan memusatkan perhatian pada hari yang baru dan semua kenangan indah dan bahagia yang pernah kualami dan kusimpan. Hanya untuk kali ini dalam hidupku. Umur yang sudah tua adalah seperti simpanan dibank.

Kita akan mengambil dari yang telah kita simpan. Jadi, nasehatku padamu adalah untuk menyimpan sebanyak-banyaknya kebahagiaan di bank kenangan kita. Terima kasih padamu yang telah mengisi bank kenanganku.

Aku sedang menyimpannya.

CInta Sejati itu sungguh ada!

Banyak orang meragukan bahwa True Love itu ada seiring dengan makin parahnya jaman ini. Sebenarnya kisah-kisah True Love memang ada, hanya saja memang jarang ditemui sedari dulu. Berikut ini kisah nyata mengenai True Love yang didapat dari artikel Chicken Soup Of Soul.

1. Kesetiaan
Franz seorang pria yg sukses , di H-1 hari pernikahannya kekasihnya mengalami kecelakaan, kekasihnya berhasil diselamatkan. Tetapi hal mengerikan terjadi, kekasihnya mengidap penyakit AIDS karena tranfusi darah. Sebuah dilemma buat Franz untuk menikahi kekasihnya, tapi karena besarnya Cinta ( Frans anak tunggal ) tetap menikahi kekasihnya,

Ia tau ia tidak akan pernah memiliki keturunan bayangkan pernikahan tanpa hubungan suami istri ??? (kasus skrg saja banyak pasutri cerai karena masalah ini), tapi pasangan ini menjalaninya dengan bahagia tanpa ada keributan , Franz tetap menjalaninya dgn tulus penuh cinta tanpa ada rasa penyesalan,

Ia pun memperlakukan istrinya hampir seperti Ratu. 7 tahun usia pernikahnnya sampai istri tercintanya meninggal …Franz tetap setia. ( Ia memilih tidak menikah lagi ) …( Duda kaya … banyak gadis yg menyukainya, tapi The True Love kadang membuat seseorang menjadi aneh.

Kadang cinta sejati tidak memerlukan seks, ingatlah!!



2. Love is Amazing!
Kisah ini terjadi di beijing Cina … seorang gadis bernama Yo Yi Mei ….memiliki cinta terpendam terhadap teman karibnya di masa sekolah …Namun ia tidak pernah mengungkapkannya …Ia hanya selalu menyimpan di dlm hati berharap temannya bisa mengetahuinya sendiri …Tapi sayang temannya tak pernah mengetahuinya ..hanya menganggapnya sebagai sahabat ..tak lebih …

Suatu hari Yo Yi Mei mendengar bahwa sahabatnya akan segera menikah hatinya sesak. Tetapi ia tersenyum dan berkata dalam hatinya: “Aku berdoa agar kau bahagia” Sepanjang hari Yo Yi mei terlihat sedih. Ia menjadi tidak bersemangat menjalani hidup. Tapi dia selalu mendoakan kebahagiaan sahabatnya.

12 Juli 1994 sahabatnya memberikan contoh undangan pernikahannya yg akan segera di cetak kepada Yi mei …ia berharap Yi Mei akan datang …sahabatnya melihat Yi Mei yang menjadi sangat kurus dan tidak ceria bertanya: “Apa yg terjadi dengamu , kau ada masalah? Yi mei tersenyum semanis mungkin dan berkata: “Kau salah lihat aku tak punya masalah apa-apa. Wah contoh undangannya bagus ya”, kata Yi Mei.

Tapi aku lebih setuju jika kau pilih warna merah muda lebih lembut” Ia mengomentari rencana undangan sahabatnya.

Sahabatnya tersenyum dan berkata: “Oh ya …ummm aku akan menggantinya, terimakasih atas sarannya. Mei, aku harus pergi menemui calon istriku hari ini karena kami ada rencana melihat2 perabotan rumah, sampai jumpa lagi ya … daah ” Yi Mei tersenyum dan melambaikan tangan lalu Ia pulang dengan hati yg sakit sangat sakit.

18 Juli 1994 Yi Mei terbaring di rumah sakit. Ia mengalami koma , Yi Mei mengidap kanker darah stadium akhir. Kecil harapan Yi Mei untuk hidup semua organnya tidak berfungis lagi. Yang berfungsi hanya pendengaran, dan otaknya. Yang lain bisa dikatakan “mati ” dan semuanya memiliki alat bantu, hanya muzizat yg bisa menyembuhkannya.

Sahabatnya setiap hari menjenguknya … menunggunya …bahkan ia menunda pernikahannya. Baginya, Yi Mei adalah tamu penting dlm pernikahannya. Keluaga Yi Mei sendiri setuju memberikan “suntik mati ” untuk Yi Mei karena sudah tak tahan lagi melihat penderitaan Yi Mei.

10 Desember 1994 semua keluarga setuju besok 11 Desember 1994 Yi Mei akan disuntik mati dan semua keluarga sudah ikhlas. Hanya sahabat Yi Mei yg mohon diberi kesempatan berbicara yg terakhir. Lalu ia menatap Yi Mei yang dulu selalu bersamanya. Ia mendekat berbisik di telinga Yi MeiMei apa kau ingat waktu kita mencari belalang, menangkap kupu2 ? kau tahu aku tak pernah lupa hal itu, dan apa kau ingat waktu disekolah waktu kita dihukum bersama gara2 kita datang terlambat, kita langganan kena hukum ya?

Apa kau ingat juga waktu aku mengejekmu kau terjatuh di lumpur saat kau ikut lomba lari, kau marah dan mendorongku hingga akupun kotor? Apakah kau ingat aku selalu mengerjakan PR di rumahmu ? Aku tak pernah melupakan hal itu Mei .. aku ingin kau sembuh … aku ingin kau bisa tersenyum seperti dulu.

Aku sangat suka lesung pipitmu yg manis kau tega meninggalkan sahabatmu ini? Tanpa sadar sahabat Yi Mei pun meneteskan air mata. Air matanya menetes membasahi wajah yi Mei. “Mei, kau tau ..kau sangat berarti untukku … Aku tak setuju kau disuntik mati rasanya aku ingin membawamu kabur dari rumah sakit ini. Aku ingin kau hidup, kau tahu kenapa ???

Karena aku sangat mencintaimu, aku takut mengungkapkan padamu, takut kau menolakku. Meskipun aku tahu kau tidak mencintaiku aku tetap ingin kau hidup. Aku ingin kau hidup, Mei tolonglah …dengarkan aku Mei … bangunlah … !! sahabatnya menangis, ia menggengam kuat tangan Yi Mei. Aku selalu berdoa Mei, aku berharap Tuhan memberikan keajaiban buatku. Yi Mei sembuh ..sembuh total ..aku percaya!!

“Bahkan kau tahu aku juga puasa agar doaku semakin didengar Tuhan. Mei aku tak kuat besok melihat pemakamanmu kau jahat kau sudah tak mencintaiku sekarang kau mau pergi. Aku sangat mencintaimu, aku menikah hanya ingin membuat dirimu tidak lagi dibayang-bayangi diriku sehingga.. kau bisa mencari pria yg selalu kau impikan. Hanya itu Mei, seandainya saja kau bilang kau mencintaiku, aku akan membatalkan pernikahanku. Aku tak peduli, tapi itu tak mungkin kau bahkan mau pergi dariku walau hanya sebagai sahabat.

Sahabat Yi mei mengecup pelan dahi Yi Mei, ia berbisik: “Aku sayang kamu, aku mencintaimu..” suaranya terdengar parau karena menangis. Dan apa yg terjadi? It’s amazing. “CINTA” bisa menyembuhkan segalanya, 7 jam setelah itu dokter menemukan tanda2 kehidupan dalam diri Yi Mei, jari tangan Yi Mei bisa bergerak, jantungnya, paru2nya, organ tubuhnya mulai bekerja.

Sungguh sebuah keajaiban , pihak medis menghubungi keluarga Yi Mei dan memberitahukan keajaiban yg terjadi.
dan sebuah mujizat lagi, masa koma lewat pada tgl 11 Des 1994. Pada 14 Des 1994 saat Yi Mei bisa membuka matanya dan berbicara, sahabatnya ada disana. Ia memeluk Yi Mei dan meneteskan air mata bahagia. Dokter sangat kagum dengan keajaiban yang terjadi pada Yi Mei.

Kata sahabatnya: “Aku senang kau bisa bangun, kau sahabatku yang terbaik”, lalu ia memeluk Yi Mei. Yi Mei tersenyum dan berkata: “Kau yang memintaku bangun, kau bilang kau mencintaiku. Tahukah kau bahwa aku selalu mendengar kata-kata itu? Aku berpikir bahwa aku harus berjuang untuk hidup. Lei, aku mohon jangan tinggalkan aku ya, aku sangat mencintaimu”, kata Yi Mei.

Lei memeluk Yi Mei dan berkata: “Aku sangat mencintaimu juga”.Lalu hari bahagia pun jatuh pada tgl 17 Februari 1995. Yi Mei & Lei menikah, hidup bahagia dan sampai dengan saat ini pasangan ini telah memiliki 1 orang anak laki–laki yg telah berusia 14 tahun. Kisah ini sempat gempar di Beijing, true love is amazing.



3. Istri yang gila
Dave yang harus menerima kenyataan Istrinya mengalami penyakit yg mengerikan sehingga membuat istrinya “Amnesia bahkan menjadi gila”. Sehingga ia pun harus meluangkan waktunya untuk bersama istrinya. Istrinya yang dulu ceria, baik, pengertian, sekarang telah menjadi gila.

Inin benar-benar membuatnya terpukul. Dave selalu berdoa berharap agar istrinya sembuh dan normal lagi. Suatu hari sepulang dari kerja, Dave melihat rumahnya berantakan dan sepertinya banyak anak kecil di rumahnya. Ia membereskan rumahnya itu tanpa berkata apapun. Sebenernya hari ini benar-benar hari yang sangat tidak menyenangkan baginya. Bagaimana tidak, di kantor dia dimarahi atasannya dengan kata-kata yang pedas, dan rekan-rekan sekantornya yang selalu menyindir dia memiliki istri gila. Sehingga teman-teman Dave mengolokinya banci dan impoten. Dave hanya diam, sebenarnya di dalam hatinya ia sedih. Namun ia tetap percaya istrinya akan sembuh.

Saat merapikan rumahnya di suatu hari, matanya tertuju pada sepucuk kertas yang sobek. Ia melihatnya dan ia terkaget melihat arsip penting yang merupakan salah satu perjanjian kontrak yang tersobek kecil-kecil. Melihat itu, Dave ingin berteriak lalu mencari istrinya, dan tanpa sadar ia memarahi habis-habisan istrinya yang sudah menyobek arsip kantornya.

Istrinya hanya menatapnya, diam dan tak berkata apapun. Dave memandang mata istrinya, mata coklatnya yang indah kini tampak berkaca-kaca. Dave pun berkata dalam hati: “Ya Tuhan apa yang telah aku lakukan, istriku sedang sakit dan kenapa aku begitu emosi. Kalau dia normal, dia tak akan melakukan hal sebodoh ini.

Dave memandang istrinya, lalu memeluknya. Katanya: “My dear forgive me”. Ia memeluk erat istrinya dan menghapus air mata istrinya. Mata istrinya berbinar melihat Dave tersenyum padanya. Sepanjang malam Dave pun menyesali perbuatannya. Istrinya yang sedang sakit, dia bahkan tidak mengetahui dirinya sendiri maupun Dave suaminya.

Dave berdoa kepada Tuhan agar menyembuhkan istrinya sebelum tidur, dan berharap Tuhan mengampuni kesalahannya. Keesokan paginya Dave bangun dan mulai melakukan hal yang seharusnya dilakukan perempuan. Saat ia mencuci piring, ia mendengar suara istrinya. “Dave..?” Dave menoleh dan ia melihat istrinya tersenyum padanya.

“Sayang, kau ingat siapa aku?” Dave, maafkan aku mungkin selama ini aku sungguh merepotkanmu”. Dave pun beranjak dari tempatnya dan memeluk istrinya, menciumnya, ia merasa sangat bahagia. “Tidak sayang, kau tidak merepotkan, aku sangat mencintaimu. Sangat mencintaimu”.
“Dave … ?”

Dave memeluk istrinya, istrinya pun memeluk erat Dace dan berbisik: “Aku sangat mencintaimu Dave”. Dave memeluk istrinya seerat mungkin, namun dirasakannya pelukan istrinya terlepas. Dave pun memanggilnya: “Sayang??”. Namun tak ada jawaban.. Dave melihat istrinya dan melihat istrinya terpejam dengan senyum di bibirnya. Wajahnya tenang dan… ia telah pergi.

Dave menangis dan berkata: “Sayang aku tetap mencintaimu, pergilah dengan tenang dengan membawa cintaku, membawa hatiku. Ia memeluk istrinya yang sudah tak bernyawa.. benar-benar pagi yang kelabu baginya. Hingga saat ini, Dave masih menetap di San Fransisco tetap sebagai Dave Wilson dengan status duda dan tak mau menikah, tak akan pernah menikah lagi.