Minggu, 03 Mei 2009

Mangkok Kayu

Saya jamin Anda akan mengingat kisah tentang Mangkok Kayu esok hari, seminggu dari sekarang, sebulan mendatang, dan bahkan setahun dari sekarang.

Ada seorang tua hidup bersama dengan anak dan mantunya, dan juga cucunya laki-laki yang berumur 4 tahun. Tangan orang tua itu sering gemetar, pandangan matanya kabur, dan jalannya terhuyung-huyung. Keluarga itu makan bersama di meja makan keluarga.

Nah. Oleh karena tangan yang gemetar dan penglihatan yang kurang baik membuat kakek tua itu sulit makan. Akibatnya kacang polong dari sendok sering terjatuh kelantai. Dan ketika ia mengangkat gelas, susun pun tumpah ke taplak meja.

Anak dan mantunya menjadi terganggu dengan kekacauan itu. “ Kita harus berbuat sesuatu untuk Ayah, “ kata anaknya. “ Cukuplah sudah dengan susunya yang tumpah ke taplak meja, keributan pada saat makan, dan makanan yang berjatuhan ke lantai.”

Jadi suami–isteri itu merancang sebuah meja kecil dan meletakkannya di sudut rumah. Disanalah Si Kakek tua itu makan sendirian, tidak lagi makan bersama dengan cucu, anak dan mantunya. Sejak Si kakek itu memecahkan beberapa buah piring, makanannya pun diberi dalam mangkok kayu.

Ketika keluarga itu memandang kearah kakek tua, kadang kala dia mengucurkan air mata karena duduk sendirian. Walaupun begitu, pasangan suami-isteri itu tidak kasihan orangtuanya tetapi terus marah denga kata-kata yang begitu tajam dan kasar ketika dia menjatuhkan sebuah sendok garpu atau menumpahkan makanan.

Cucunya yang berumur 4 tahun itu memperhatikan kejadian yang dialami kakeknya dengan berdiam diri.

Pada suatu waktu sebelum makan malam, Si ayah memperhatikan anaknya sedang bermain-main dengan rongsokan kayu dilantai. Dia bertanya kepada anaknya dengan manisnya,” Apa yang sedang kamu buat?”

Anaknya merespon, “Oh, saya sedang membuat sebuah mangkok kecil untuk papa dan mama pada saat nanti kamu menjadi tua.” Anak kecil berusia 4 tahun itu tersenyum dengan jawabannya.

Kata-kata anaknya menyentuh hati mereka sehingga tidak berbicara sepatah kata pun. Mereka terus menangis dangan air mata mengucur dan mengalir ke pipihnya. Sekalipun tidak ada kata-kata terucap namun mereka tahu apa yang harus dilakukan.

Pada malam itu anak orangtua itu menuntun tangan ayahnya dan dengan lemah lembut memintanya kembali duduk bersama di meja makan keluarga. Pada hari-hari berikutnya orangtua itu dapat makan bersama dengan keluarganya. Tak sekalipun anak dan mantunya perduli lagi dengan sebuah sendok garpu yang terjatuh, susu yang tertumpah, dan taplak meja yang dikotori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar